Photo by yousef alfuhigi / Unsplash

Persiapan FMFL S6 : Cerita Bursa Transfer Heidenheim

Feri Harjulianto

League Two bukan tempat yang pernah kami impikan.
Tapi justru di sanalah kami akan memulai ulang.
Dan seperti membangun ulang rumah yang sempat roboh, hal pertama yang harus kami lakukan adalah memutuskan siapa yang masih layak dipertahankan dan siapa yang harus dilepaskan.

Musim lalu, kami gagal bukan karena kami tidak memiliki talenta, tapi karena kami kehilangan arah. Dan musim ini, saya tidak mau menunggu semuanya berantakan lagi baru mengambil tindakan.

Jadi saya mulai dari titik paling menyakitkan: menjual Victor Boniface.

Ketika tawaran £110 juta dari Panathinaikos masuk, saya menutup laptop. Saya tidak langsung menjawab. Saya membuka kembali game FM untuk melihat statistik musim lalu dan saya tahu: kami tidak bisa menahan dia lebih lama.

Dia bukan hanya striker. Dia adalah denyut nadi tim ini.
Tapi kami butuh restart, dan Boniface terlalu besar untuk League Two.
Jadi saya biarkan dia pergi bukan karena saya ingin, tapi karena kami butuh tumbuh kembali tanpa bergantung pada satu nama.

Saya tidak mencari pengganti Boniface.
Saya mencari poros baru.
Dan saya menemukannya di Evanilson.

£50 juta dari Montpellier untuk pemain yang bisa jadi target man sekaligus finisher modern. Dia tidak punya aura besar seperti Victor. Dan kadang, itu yang dibutuhkan tim yang sedang mencoba naik dari bawah.

Kemudian dari posisi penjaga gawang, saya masih ingat rasa frustrasi demi frustrasi saat Lunin ragu berada di garis gawang. Saya sudah memberi cukup waktu, cukup pembelaan, cukup "mungkin besok lebih baik." Tapi musim baru butuh keputusan baru.

Real Betis menawarkan barter: Arijanet Murić + £15 juta. Saya tidak berpikir panjang. Karena kadang, satu perubahan kecil di belakang bisa merembet ke seluruh tim.

Musim ini bukan soal menambah kedalaman. Ini soal mengganti napas.

Saya pinjam Franco Mastantuono dari River Plate, anak muda cepat di sisi kanan.
Saya tukar Jan-Niklas Beste dengan Kaoru Mitoma + £33 juta dari Empoli, deal yang membuat lini serang kami lebih eksplosif, lebih unpredictable.
Saya ambil Beraldo dari AC Milan untuk memberi darah muda di lini belakang.
Dan saya rebut Roméo Lavia dari Chelsea dengan angka besar: £105 juta.
Karena saya percaya, membangun tim butuh tulang belakang. Dan Lavia adalah itu.

Tidak berhenti di situ, saya datangkan Brian Brobbey dari Newcastle tipikal penyerang kuat, tipikal yang bisa merusak garis bertahan lawan. Dan terakhir, saya dapatkan Niccolò Pisilli dari Porto.

Mereka semua bukan superstar.
Tapi mereka datang dengan satu misi: bangkit bersama.

Untuk melengkapi kuota 22 pemain, beberapa nama harus dicoret.
Bukan karena mereka buruk, tapi karena waktunya sudah selesai.

Marcelo Brozović, veteran yang kini terlalu lambat untuk rencana kami.
Dieter Sorg, Benedikt Gimber, dan Kevin Sessa, semuanya pemain baik, tapi kami tidak lagi punya waktu untuk “baik.”

Kami butuh yang lebih cepat. Kami butuh yang lebih tajam.
Kami butuh pemain yang bisa bertahan di tengah badai sambil tetap menatap ke depan.

Saya tidak menjanjikan musim tanpa kekalahan.
Saya juga tidak menjamin promosi otomatis.
Tapi satu hal yang bisa saya janjikan:

Tim ini akan bermain seperti tim yang tahu rasanya dipermalukan.
Dan tim seperti itu, kalau diberi kesempatan kedua, bisa jadi tim paling berbahaya di liga.

Kami sudah bersih-bersih.
Kami sudah tutup cerita di masa lalu.
Dan mulai hari ini, Heidenheim bukan tim yang sedang mencoba pulih.

Kami adalah tim yang sedang siap naik lagi.

Coach Feri

FM Corner