FMFL S5 : Heidenheim Terdegradasi
Musim ini berakhir bukan dengan selebrasi, bukan pula dengan ketegangan laga terakhir yang menentukan. Musim ini kami Heidenheim berakhir dalam diam yang panjang berada di posisi 9 dari 10 klasmen akhir League One FMFL.
Kami terdegradasi. Turun kasta ke League Two.
Dan jujur, saya tidak tahu apa yang lebih menyakitkan dari melihat kenyataan yang tertulis di klasemen resmi atau menyadari bahwa sebagian dari kami sudah mulai bisa menebaknya sejak beberapa pekan lalu.
Ada momen-momen kecil yang terlewatkan musim ini, yang kini terasa seperti serpihan bom waktu. Pertandingan yang kami dominasi, tapi gagal menutup dengan kemenangan. Gol-gol penyeimbang yang datang terlalu sering di menit akhir babak kedua. Serta kesalahan-kesalahan individu yang terasa sepele saat itu, tapi ternyata mengubah segalanya.
Kami pernah unggul dua gol dan kalah.
Kami pernah mencetak lebih banyak xG tapi tetap pulang tanpa poin.
Dan yang paling menyesakkan: kami pernah memimpin laga, hanya untuk kehilangan arah karena satu kartu kuning bodoh, atau satu kiper yang terlalu lambat keluar dari garis gawangnya.
Ada saat-saat saya duduk di depan layar dan bertanya dalam hati:
“Apa kami ini tim yang layak bertahan di League One?”
Kadang jawabannya iya. Terutama saat kami bermain bebas, berani, dan mencetak banyak gol dalam 30 menit. Tapi lebih sering, jawabannya tidak. Karena keberanian itu tidak pernah bertahan cukup lama. Karena kami terlalu mudah terhentikan. Terlalu rapuh di belakang. Terlalu ragu saat dibutuhkan keputusan cepat.
Yang paling menyakitkan bukan kekalahan.
Tapi momen ketika kamu sadar kepercayaan sudah mulai hilang.
Kepercayaan dari penonton.
Dari pemain satu sama lain.
Dari pelatih ke sistemnya sendiri.
Di akhir musim, saya tidak bicara banyak di ruang ganti.
Saya hanya menatap mereka satu per satu. Boniface yang tak pernah berhenti berlari, Lunin yang mulai kehilangan sorotan mata tajamnya, hingga Li Jian yang baru belajar berdiri di bawah mistar saat segalanya sudah terlalu berat.
Mereka semua sudah memberi, tapi entah kenapa… belum cukup.
Dan mungkin, itu kata kuncinya: belum.
Belum cukup solid.
Belum cukup konsisten.
Belum cukup tangguh menghadapi tekanan klasemen yang makin sempit.
Tapi yang pasti, kami juga belum selesai.
Kami akan turun ke League Two.
Kami akan kehilangan beberapa pemain.
Akan ada wajah baru. Akan ada sistem baru.
Dan di antara semua itu, yang tidak akan kami buang adalah: rasa sakit dari musim ini.
Karena sakit ini, justru yang akan mengingatkan kami nanti…
bahwa pernah, kami terlalu percaya diri di awal musim.
Dan pernah juga, kami terlalu pasrah di akhir musim.
Musim depan, kami akan turun kasta bukan sebagai tim kecil.
Tapi sebagai tim yang tahu rasanya dibungkam, dan memilih untuk kembali bicara.
Heidenheim akan turun.
Tapi kami tidak akan tenggelam.
– Coach Feri Harjulianto